Jogjakarta merupakan destinasi wisata teranyar. Banyak ditemukan obyek-obyek wisata kekinian yang baru di sini. Sejak dulu Jogjakarta memang digandrungi banyak orang karena wisata-wisatanya. Yang paling terkenal adalah Candi Prambanan dan Candi Borobudur. Meski kedua candi ini tidak tepat berada di Jogjakarta, para wisatawan mengakses kedua tempat wisata ini dari Jogjakarta. Karena memang lokasinya yang berada di pinggiran perbatasan Jogjakarta. Dengan begitu, wisatawan pengunjung Candi akan memanfaatkan waktunya untuk berkeliling Jogjakarta. Dari sinilah kemudian Jogjakarta menjadi terkenal dan membangun wisatanya.

Pilihan wisata Jogjakarta kini banyak jenisnya. Mulai dari obyek wisata alam, kuliner, budaya, sejarah termasuk belanja. Wisata alam Jogjakarta adalah wisata pantai, hutan dan bukit. Keberadaan pantai eksotis ini karena memang Jogjakarta berada di pesisir Samudara Hindia. Selain itu, obyek wisata alam bukit Jogjakarta yaitu seperti gunung api dan bukit-bukit yang berada disekitarnya. Terdapat gunung api yang masih aktif yaitu gunung merapi yang menjadi obyek wisata alam. Obyek wisata ini menjadi favorit diantara obyek wisata sejenis lainnya di Jogjakarta. Uniknya, gunung merapi merupakan gunung yang masih aktif meski telah berkali-kali erupsi tidak sebagaimana gunung lainnya. Selain itu terdapat pula gunung api purba (non-aktif) yang juga digandrungi oleh para wisatawan yang berkunjung ke Jogjakarta menggunakan jasa sewa mobil wisata.

Gunung api purba yang terkenal di Jogjakarta adalah bukit ngalanggeran. Banyak pembahasan dan ulasan mengenai bagaimana bukit nglanggeran saat ini. Mulai sejak dulu ketika obyek wisata ini diketemukan hingga saat ini dimana obyek wisata ini dikelola oleh pihak dan penduduk setempat. Namun ternyata ada sisi negatif dari semakin bertambahnya peminat obyek wisata yang satu ini.

Parkiran Obyek Wisata Nglanggeran Padat Pengunjung (tribunnews.com)

Parkiran Obyek Wisata Nglanggeran Padat Pengunjung (tribunnews.com)

Saat ini, memang obyek ini memiliki fasilitas yang memadai untuk tetap menampung pengunjung. Namun dilihat dari bagaimana obyek ini terkenal dengan ke asrian alam dan pemandangannya, tentu saja ada bagian-bagian yang harus dieliminasi agar bisa dibuat menjadi fasilitas pengunjung. Positifnya, trafik pengunjung bisa bertambah. Seperti pada tanggal 24 – 31 Desember 2017 lalu, tercatat hingga 10.000-an pengunjung mendatangi obyek ini (tribunnews.com). Tentu ini memberikan kesan tersendiri. Namun jika mampu dibayangkan seberapa besar obyek wisata ini dibandingkan dengan kunjungan yang mencapai ribuan orang dalam sehari, tentu harus dipikirkan matang-matang.

Meski belum menampakkan adanya dampak negatif yang signifikan, namun selayaknya manusia lebih memahami bagaimana alam ini diperuntukkan. Manusia boleh memanfaatkan alam selama masih berbanding lurus dengan kegiatan melestarikan alam. Dengan demikian manusia bisa merasakan manfaat yang terus menerus sebagaimana alam yang terus menerus remaja dengan lestarinya. Kebaikan alam lebih terasa jika manusia juga tetap berbuat baik untuk alam. Penting juga untuk berpikir bagaimana alam bisa tetap lestari hingga ke masa anak cucu nanti.